Kondisi Fiskal Negara Mendapat Tekanan: Analisis Kebutuhan Perbelanjaan Infrastruktur

Pada tahun 2025, Kondisi Fiskal Negara Indonesia berada di bawah pengawasan ketat, menghadapi tekanan ganda dari perlambatan pertumbuhan pendapatan dan lonjakan kebutuhan Perbelanjaan Infrastruktur yang masif. Pemerintah berkomitmen melanjutkan proyek-proyek strategis nasional, namun pembiayaan menjadi tantangan serius, berpotensi memperlebar Defisit Anggaran di luar batas yang ideal. Dinamika ini menuntut adanya prioritas yang cermat dalam alokasi dana, terutama untuk proyek-proyek yang memiliki multiplier effect tinggi terhadap perekonomian dan pembangunan berkelanjutan. Memahami keseimbangan antara ambisi pembangunan dan keterbatasan Kondisi Fiskal Negara adalah kunci untuk stabilitas makroekonomi.

Tekanan pada Kondisi Fiskal Negara terlihat jelas dari data realisasi penerimaan negara per akhir kuartal ketiga 2025. Kementerian Keuangan melaporkan bahwa penerimaan pajak baru mencapai 78% dari target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), sebagian besar disebabkan oleh penurunan harga komoditas ekspor utama seperti batu bara dan minyak sawit. Di sisi pengeluaran, kenaikan subsidi energi dan Program Perlindungan Sosial juga menambah beban. Untuk menjaga Defisit Anggaran tetap di bawah 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB), pemerintah terpaksa melakukan penyesuaian anggaran di beberapa sektor non-prioritas pada awal Oktober 2025.

Namun, pengetatan anggaran ini berbenturan dengan kebutuhan mendesak untuk Perbelanjaan Infrastruktur. Proyek-proyek konektivitas vital, seperti penyelesaian Tol Trans-Sumatera fase akhir dan pembangunan Bendungan Bener di Jawa Tengah, membutuhkan kucuran dana yang berkelanjutan. Menurut Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), total kebutuhan pembiayaan infrastruktur untuk tahun 2025 diperkirakan mencapai Rp650 triliun, di mana sekitar 40% diharapkan dapat dipenuhi melalui skema Kerja Sama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) atau pembiayaan non-APBN. Strategi ini sangat penting untuk mengurangi tekanan pada Kondisi Fiskal Negara dan menjaga Defisit Anggaran tetap terkendali.

Analis ekonomi dari Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Dr. Piter Abdullah, dalam seminar kebijakan fiskal pada 10 Oktober 2025, menyarankan pemerintah untuk lebih selektif dalam Perbelanjaan Infrastruktur, memprioritaskan proyek yang hampir selesai atau proyek yang secara langsung membuka lapangan kerja dan mendukung sektor pariwisata. Kegagalan dalam mengelola keseimbangan antara pendapatan yang melambat dan pengeluaran yang ekspansif dapat meningkatkan risiko utang negara. Oleh karena itu, kebijakan fiskal saat ini harus difokuskan pada peningkatan efisiensi belanja dan penguatan basis pajak, demi menjaga Kondisi Fiskal Negara tetap sehat dan berkelanjutan di tengah tantangan Perbelanjaan Infrastruktur yang tinggi.

Theme: Overlay by Kaira

journal.pafibungokab.org

learn.pafipemkotkerinci.org

news.pafipemkotpalopo.org